Peneliti pada Pusat Penelitian Sumber Daya Air dan Agroklimat (Puslisda) Universitas Mataram (Unram), Ir. Ismail Yasin, M.Sc mengungkapkan, kemungkinan mulai bulan ini hingga awal Desember mendatang NTB akan mengalami kekeringan. Hal ini didasarkan pada fenomena El Nino tahun ini yang cenderung negatif yang dapat menyebabkan kekeringan di NTB.
Selain itu, berdasarkan sistem peramalan iklim di kalangan masyarakat Sasak yang disebut
warige awal musim hujan di NTB akan terjadi pada awal Desember mendatang. Dengan menggunakan sistem
warige dapat diketahui kapan hujan turun lebat, normal dan sedikit hujan dengan tingkat akurasi 70 persen.
“Ada kecenderungan kita mengalami kekeringan karena fenomena El Nino bulan ini sudah mulai negatif. Berdasarkan sistem
warige, musim kemarau 2012/2013 wilayah kita cenderung kering, akan lebih lambat musim hujannya,”terang Ismail Yasin kepada kepada
Suara NTB, Sabtu (7/7) di Mataram.
Dijelaskan dengan adanya fenomena El-Nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk NTB menjadi berkurang. Tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas El-Nino tersebut. Disebutkan, El-Nino pernah menimbulkan kekeringan panjang di NTB pada tahun 2006/2007 lalu di wilayah pulau lombok bagian selatan seperti kecamatan Jerowaru, kecamatan Sambelia Lombok Timur bagian utara dan lombok tengah bagian selatan.
“Wilayah yang paling parah terkena kekeringan waktu itu adalah Lombok Selatan dan sambelia,”kenangnya. Wilayah ini hampir menjadi daerah langganan kekeringan karena disamping faktor jenis tanah dan jauh dari sumber air irigasi. Sehingga walaupun ada saluran irigasi di daerah tersebut utamanya di Lombok Selatan, tidak akan bisa sampai ke lahan pertanian karena debitnya semakin ke hilir semakin kecil.
Untuk itu, mencegah terjadinya gagal tanam dan gagal panen, pemerintah daerah diminta untuk melihat kearifan lokal dalam meramal suatu iklim atau sistem
warige. Sebab sebagian besar atau sekitar 80 persen petani di NTB khususnya di Pulau Lombok mengacu kepada sistem
warige untuk memulai musim tanam. Akan lebih bagus lagi katanya, keakuratan datanya jika sistem
warige dan sistem ramalan ilmu pengetahuan yang dikenal dengan fenomena El Nino dikombinasikan.
“Harus digabung kedua sistem ramalan iklim ini supaya hasilnya menjadi lebih bagus. Sehingga petani bisa mengantisipasi akhir musim hujan sehingga bisa disipakan drainase yang baik,”sarannya.
Sementara itu, Ketua Puslisda Unram, H. M. Husni Idris, SP, M.Sc, Ph.D mengatakan kekeringan yang terjadi di NTB merupakan sesuatu yang terjadi setiap tahun. Bahkan titik-titik rawan kekeringan itu merupakan daerah yang mengalami kekeringan setiap tahun. Menurutnya, kekeringan yang dirasakan saat ini disebabkan, semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap air. Baik sebagai irigasi maupun konsumsi terutama pada daerah-daerah yang menjadi langganan kekeringan. “Untuk itu, perlu penghematan penggunaan air dan merehabilitasi sumber-sumber air,” tandasnya.
Lakukan Identifikasi
Sementara itu, musim kemarau yang mulai menyebabkan kekeringan di beberapa darerah di kabupaten/kota di NTB saat ini sedang dilakukan identifikasi atau pemetaan oleh Pemprov NTB melalui dinas/instansi terkait. Bukan hanya pemerintah, tetapi masyarakat (petani) dan semua pihak harus menyikapinya dengan melakukan langkah-langkah antisipatif.
“Kekeringan itu adalah faktor alam, tinggal bagaimana kita menyiasatinya dengan cara partisipatif. Karena yang paling tahu dan paling memahami betul karakter alam itu adalah masyarakat di wilayah itu,”kata Sekda NTB, H. Muhammad Nur, SH, MH kepada
Suara NTB, di Mataram.
Ia menjelaskan, pemerintah daerah dengan segala kemampuan yang dimiliki akan terus melakukan identifikasi atau pemetaan wilayah-wilayah yang mulai dilanda kekeringan. Identifikasi atau pemetaan tersebut penting dilakukan untuk mengetahui daerah atau wilayah dan kelompok masyarakat mana saja yang terkena kekeringan tersebut. Dengan adanya hal tersebut maka akan mempermudah pemerintah daerah untuk melakukan aksi atau langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya.
“Pemerintah tentu dengan segala kemampuan yang ada mengidentifikasi di wilayah mana saja kemudian kelompok mana yang sangat merasakan tekanan terhadap perubahan itu (kekeringan,Red). Lalu aksi apa yang akan dilakukan tentu dikaji secara komprehensif,’’ terangnya.
Tetapi yang paling penting, kata Muhammad Nur adalah masyarakat sangat diharapkan untuk melakukan adaptasi-adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut. Sehingga mereka harus menanam tanaman yang sesuai dengan kondisi iklim/cuaca pada saat itu. Dengan demikian ancaman gagal panen akibat kurangnya pasokan air karena kekeringan dapat diantisipasi sejak awal.
Sementara itu, dari data Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil (Disosdukcapil) NTB, jumlah desa yang mengalami kekeringan bertambah lagi menjadi sekitar 13 desa. Tambahan terakhir dua desa di Lombok Tengah dan Lombok Timur. Diperkirakan, warga yang menempati 13 desa tersebut sekitar 29 ribu kepala keluarga (KK) mengalami kekurangan atau krisis air. (her)
SUMBER :
SUARANTB